Tuesday 31 January 2012

All I Need Is A Courage


Ketika pertama kali ask to join this group, saya tidak yakin akan mampu mencapai 50K dalam satu bulan. Tugas-tugas kantor yang bejibun, kewajiban sebagai ayah dari seorang bayi berusia1 bulan yang tak bisa diremehkan, serta hobby lain yang tak berhubungan dengan dunia tulis menulis yang juga tidak bisa saya tinggalkan, membuat saya tidak terlalu optimis. Benarlah sebutan rekan-rekan di group ini, bahwa yang ikut adalah para nekaders. Sayapun maju dengan modal nekad.



Ternyata yang saya butuhkan memang hanya penyemangat. Rekan-rekan yang dengan setia melike setiap postingan status saya, pembaca yang mengunjungi blog saya dan sesekali meninggalkan komentar, menjadi cambuk yang melecut punggung saya untuk terus menulis dan menulis. Anehnya, semakin banyak yang saya tulis, semakin banyak yang minta untuk saya tuliskan.

Tak terkecuali, pengalaman menjelang deadline yang berujung pada konfrontasi saya dengan istri, sebagaimana yang pernah saya tulis sebagai salah satu status saya, membuat saya tiba pada target 50K dua hari sebelum malam ini.  Saya menyebutnya sebagai blessing in disguise. Rasanya sungguh tak nyaman, tidur bersama orang yang bahkan tak sudi melihat wajah kita. Tapi itu membuat ide saya tumpah bagaikan air terjun ke lembaran-lembaran kertas virtual di layar komputer.

I can’t imagine, what kind of writer I will be without this group. Banyak terima kasih kepada para admin group, juga kepada segenap teman baru yang secara tidak terduga telah menjadi bagian dari hidup saya dalam satu bulan terakhir ini. Sekali lagi thanks a lot.

Monday 30 January 2012

Epilog


Rumah di pinggiran kota itu mendadak ramai. Puluhan orang polisi berpakaian lengkap meloncat dari sebuah mobil pick up. Sebagian besar di antaranya langsung berlari dan menempatkan diri di sekeliling rumah, sementara sebagian kecil lainnya merengsek masuk ke dalam rumah. Seorang pria yang berpakaian preman, berdiri paling depan melambaikan selembar surat perintah penahanan kepada tuan rumah.

Chapter Fourty Five


Pagi menjelang ketika telponnya berdering. Edo terbangun dan melihat bahwa yang menelponnya adalah Imran.
“Ya, pak?”
“Maaf, Do. Tolong, kamu segera ke sini.”
“Baik, pak.”

Chapter Fourty Four


Pesawat yang membawa Edo dari Jakarta tiba di Changi International Airport tepat pukul 11.35 Waktu Singapura. Saat pintu pesawa dibuka, Edo bergegas meninggalkan tempat duduknya dan menerobos kerumunan penumpang di lorong tengah. Beberapa orang sempat terdorong sehingga menyumpahi Edo. Edo tidak peduli. Pesan dari Tenri sangat jelas baginya. Datanglah, secepat yang kamu bisa.

Chpater Fourty Three


Tenri berteriak keras, dengan ayunan penuh, bola itu dipukul tepat ke arah posisi Edo berdiri. Edo tidak berkutik. Upayanya menahan bola itu dengan half volley gagal. Bola itu meluncur cepat melewati celah antara kaki kanan dan raketnya. Edo berbalik untuk memungut bola yang sudah memantul di tembok belakang lapangan. Ketika ia kembali menghadap ke tengah lapangan, ia tidak melihat Tenri di posisi yang semestinya. Matanya mencari, dan terbelalak ketika Tenri masih berada di posisi terakhir ia lihat. Tapi kini dalam keadaan tertelungkup.

Chapter Fourty Two


Ardi ingin memanfaatkan malam ini dengan berkonsentrasi menulis naskah klarifikasinya terhadap Majelis Ulama Nasional. Iseng-iseng ia buka inboxnya dan mendapati ternyata ada sebuah pesan datang dari Edo beberapa menit yang lalu.

Chapter Fourty One


Sangkala memandangi foto-foto Tenri yang sudah tersimpan di komputer Edo. Edo hanya mengamati dari tempat tidur, sambil sesekali mencuri pandang pada foto-foto yang berganti-ganti itu.