Sesi dengar pendapat itu digelar di salah
satu ruangan di gedung kantor Majelis Ulama Nasional. Ruangan itu tidak terlalu
besar, hanya berukuran enam kali delapan meter. Di dalam ruangan itu sudah ada
sepuluh buah meja yang masing-masing dilengkapi dengan kursi, yang disusun
secara melingkar membentuk huruf ‘o’. Tapi salah satu dari sepuluh meja itu diletakkan
secara terpisah dan tampak seperti dikelilingi oleh meja-meja yang lain.
Pada bagian tengah meja yang
bersambung satu sama lain itu, terdapat plakat yang bertuliskan ‘KETUA.’ Lalu
dua plakat lainnya yang mengapitnya bertuliskan ‘WK. KETUA.’ Sisanya, di atas
setiap meja lainnya, tiga di sisi kiri dan tiga di sisi kanan, masing-masing
bertuliskan ‘ANGGOTA.’ Sedangkan di atas meja yang terpisah sendiri di bagian
tengah, tertulis ‘DR. Dr. Ardi Wiraatmaja, Sp.OG.
Sejumlah wartawan menjejali gedung Majelis
Ulama Nasional itu sejak pagi. Mereka sudah menjelajahi ruangan kecil itu untuk
memasang kamera dan microphone di tempat-tempat yang strategis agar pada saat
sesi dengar pendapat berlangsung, mereka dapat menangkap semua suara dan
ekspresi dari sepuluh orang yang akan menduduki kursi-kursi itu.
Di luar ruangan itu, beberapa orang
reporter terlihat sedang memberikan laporan di depan seorang juru kamera yang
siarannya direlay langsung oleh stasiun televisi masing-masing.
Rencana dengar pendapat itu memang
telah menyita perhatian publik secara luas hingga ke seluruh penjuru negeri. Pengumuman
hasil penemuan Ardi yang fenomenal itu memicu pro dan kontra di berbagai
kalangan masyarakat, utamanya ilmuwan dan agamawan. Antusiasme masyarakat yang begitu tinggi untuk mengetahui nasib
penemuan itu ditangkap dengan sempurna oleh media, sehingga mendorong berbagai media massa, baik cetak maupun
elektronik, lokal maupun nasional berbondong-bondong melakukan peliputan secara
langsung.
Seorang pria memasang layar dan
proyektor yang siap dihubungkan dengan komputer. Kabarnya, proyektor dan layar
ini disediakan atas permintaan Ardi. Proyektor itu diarahkan menyorot layar
yang ada di belakang kursi Ardi. Diatur sedemikian rupa sehingga orang yang
duduk pada sembilan meja lainnya, dapat dengan mudah melihat apa yang tampil di
layar itu.
Sebelum pukul 9 pagi, sembilan orang
ulama paling senior di lembaga itu berjalan memasuki ruangan. Mereka langsung
menempati tempat duduk yang tersedia. Beberapa orang yang lebih muda menyusul
masuk membawa sejumlah berkas dan kitab-kitab tebal yang diletakkan di hadapan
setiap ulama itu. Tak lama kemudian, Ardipun datang mengenakan jas hitam dan
dasi berwarna coklat. Dia tidak tampak sebagai seorang dokter. Begitu lapor
seorang reporter. Ardi menuju ke tempat duduk yang disediakan untuknya.
Sebuah laptop berukuran kecil yang
dibawanya dari rumah dihubungkan dengan proyektor di depannya. Beberapa saat
kemudian tangannya sibuk menggerakan mouse ke sana kemari. Ketika ia mengangguk
tanda sudah siap, seorang petugas menyalakan proyektor.
Ketua Majelis Ulama Nasional yang
memimpin langsung sesi dengar pendapat itu membuka pertemuan itu dengan diawali puji-pujian kepada Allah
SWT dan shalawat kepada rasulullah SAW. Ia lalu menjelaskan maksud pertemuan
itu, tidak lupa ia berterima kasih kepada Ardi karena telah memenuhi undangan
Majelis Ulama. Sang Ketua juga memperkenalkan delapan orang rekan-rekannya yang
lain yang akan memberikan penilaian terhadap apa yang telah Ardi lakukan. Ini persis seperti pengeroyokan, pikir
Ardi.
Ardi berusaha untuk mengingat nama mereka
satu-persatu, namun gagal. Sulit baginya berkonsetrasi dalam suasana tertekan
seperti ini. Yang dia tahu, semua orang itu memiliki gelar akademik yang
banyak, pertanda telah menamatkan pendidikan tinggi ilmu agama di berbagai
negara di Timur Tengah. Bahkan yang menjadi pemimpin dalam pertemuan itu, Sang
Ketua sendiri, di samping lulus dari Universitas Al Ahzar di Kairo Mesir, juga
pernah menuntut ilmu di Illinois Amerika Serikat.
Sang ketua lalu mempersilakan Ardi
untuk menjelaskan pokok-pokok pikirannya selama lima belas menit. Ardi menolak
batasan waktu itu dengan alasan khawatir informasi yang disampaikannya justru
tidak utuh. Saya akan berhenti ketika
saya merasa penjelasan saya sudah cukup, walaupun waktunya tidak sampai lima
belas menit. Mereka semua mengangguk setuju.
Dengan bantuan proyektor yang
menampilkan gambar-gambar dan video, Ardi memaparkan proses rekayasa genetika yang
dilakukannya dalam program bayi tabung. Ardi menunjukkan bahwa kromosom dari sebuah embrio yang sudah mengalami konsepsi atau
pembuahan dapat dievaluasi melalui prosedur yang disebut dengan Pre-implantation Genetic Diagnosis (PGD).
Prosedur ilmiah itu merupakan kunci dari intervensi ilmu
pengetahuan terhadap embrio. Karena pada saat itu, sebuah embrio dapat dinilai
apakah akan menjadi bakal manusia yang sempurna atau tidak. Ardi menerangkan
bahwa akibat penyakit-penyakit genetik yag diturunkan oleh induk, dalam hal ini
ayah dan ibu, akan berdampak pada terganggunya kehidupan individu baru itu
secara permanen. Oleh karena itu, sebelum ditanamkan ke dalam rahim ibunya,
maka sangat bijaksana untuk melakukan pembersihan sehingga anak yang terlahir
nantinya sudah terbebas dari penyakit-penyakit generatif.
Prosedur itu sangat penting, menurut
Ardi, karena embrio yang akan tumbuh menjadi individu baru nantinya, adalah
bakal manusia yang akan hidup dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Oleh karena itu, adalah wajar jika kesempatan untuk memperbaiki kualitas
individu tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Memang prosedur itu tidak dapat
dilakukan pada konsepsi yang berlangsung secara konvensional, yaitu pembuahan
yang terjadi melalui proses kopulasi secara normal. Hal ini disebabkan karena
sperma laki-laki yang dipancarkan di depan mulut rahim, dapat langsung menerobos
masuk ke dalam menuju tuba falloppi untuk membuahi sel telur. Dalam kasus
seperti itu, kata Ardi, tidak mungkin dapat dilakukan, karena peristiwa
terjadinya konsepsi tidak dapat diperkirakan secara tepat.
Jadi, tidak semua proses kehamilan
dan kelahiran akan berlangsung dalam proses seperti ini. Anda semua bisa
membayangkan, bahwa dari seratus ribu kehamilan yang terjadi di negeri ini,
berapa yang melalui fertilisasi bayi tabung. Angkanya tidak sampai satu persen.
Bahkan sangat jauh dari situ.
Kesembilan orang ulama itu
memperhatikan dengan seksama. Sesekali membuka kitab-kitab tebal yang ada di
hadapan mereka sambil mencatatkan sesuatu pada sebuah block note. Ardi memandangi mereka mencatat dan menduga, pasti itu
adalah pertanyaan-pertanyaan yang nanti akan menyerbunya seperti air bah.
Ardi melanjutkan, embrio pada
dasarnya adalah bakal manusia seutuhnya. Embrio itu, jika ditempatkan dalam
wadah yang mampu memenuhi syarat-syarat kehidupannya, akan melewati fase-fase
pembelahan sel menjadi dua, empat, delapan dan seterusnya sehingga membentuk
satu organisme yang memiliki kehidupan. Pada bagian akhir, Ardi menerangkan
bahwa prosedur yang dia tempuh, tak ubahnya dengan transplantasi organ,
amputasi atau prosedur medis lainnya dalam fase yang sangat dini. Tujuan
utamanya adalah untuk menyehatkan pasien. Hanya saja, prosedur ini dilaksanakan
sebagai langkah pencegahan.
Ketika seorang anggota majelis bertanya,
bahwa atas dasar apa dia menganggap bahwa ada sel tertentu di dalam embrio itu
yang berpotensi untuk merugikan janin, Ardi memberikan jawaban bahwa ia sudah
melakukan penelitian selama bertahun-tahun dan menemukan bahwa kode-kode
genetik yang ada di dalam kromosom memiliki karakter yang unik. Sehingga sangat
mudah mengenali adanya keanehan atau adanya kejanggalan yang mengarah pada
terbentuknya sifat negatif.
Sebagai contoh, sindroma down atau
yang dikenal dengan mongolisme,
terjadi karena kromosom nomor 21 mengalami kelebihan tiruan. Biasanya penyakit
ini diderita oleh anak yang lahir dari ibu yang berusia di atas 40 tahun. Jika
konsepsinya dilakukan secara in vitro, maka 47 jumlah kromosom orang yang
menderita penyakit ini dapat diitervensi sehingga jumlah kromosomnya sama
dengan manusia normal, yaitu 46.
Kelebihan kromosom ini, pada kasus
rekayasa genetik yang ditawarkan Ardi, dapat dihindari. Karena sebelum
diimplantasikan ke dalam rahim, embrio dengan karakter seperti ini telah
mengalami koreksi. Ardi mengingatkan kembali, bahwa Embrio itu sudah memiliki
kromosom yang lengkap sebagai calon individu yang utuh.
Ardi mengakhiri pemaparannya yang
berlangsung selama tujuh puluh menit dengan menyebutkan bahwa tak ada satupun
yang dia ubah, atau dia ganti dari sel-sel itu. Dia hanya mengoptimalkan
karakteristiknya yang positif dan meminimalisir karakternya yang negatif.
Kitab-kitab gundul yang dibentangkan
di atas meja menjadi rujukan para ulama itu untuk menanggapi
penyataan-pernyataan Ardi. Mereka mengajukan pertanyaan, dan silih berganti menyatakan
keberatan berdasar atas dalil-dalil yang mereka pahami. Ardi menanggapi mereka
dengan berbagai alasan dan sesekali menampilkan kembali gambar-gambar yang ada
di komputernya.
Perdebatan sempat terjadi ketika Ardi
menyebut bahwa secara biologis, manusia, hewan dan tumbuhan adalah sama. Beberapa
orang ulama yang ada di tempat itu berang, menyebut Ardi telah menyepelekan
nilai-nilai kemanusiaan. Ardi hanya tersenyum kecut dan menekankan perlunya
para ulama itu memperhatikan kalimat ‘secara biologis’ sebagai kunci yang
membedakan konteks pemilihan kata dalam argumentasinya.
Sesi dengar pendapat itu seluruhnya berlangsung
selama hampir enam jam, termasuk waktu yang digunakan untuk istirahat, sholat
dan makan siang selama lebih kurang satu jam. Menjelang pukul 15, acara itu ditutup
oleh sang Ketua dengan kesimpulan : Majelis Ulama akan mempelajari persoalan
ini lebih dalam lagi, dengan melibatkan ahli yang lebih banyak, sehingga pada
saat memutuskan fatwa terhadap persoalan ini, bisa memberikan jaminan kebenaran
sesuai agama yang kita anut.
Di beberapa stasiun televisi, sejumlah
pengamat dari berbagai disiplin ilmu yang diwawancarai oleh reporter televisi,
mengulas kembali jalannya acara itu dengan pendapat dan argumentasi mereka
masing-masing. Tidak sedikit orang menilai bahwa di antara Ardi dan kesembilan
ulama itu, hanya terpisah oleh sebuah sekat yang sangat tipis, dan itu
seharusnya dapat dijembatani.
Untuk sementara, sambil menunggu
hasil pengkajian para alim ulama, Ardi dilarang mempublikasikan, mengumumkan,
atau menerima tawaran wawancara yang materinya berisi rekayasa genetika terhdap
manusia. Apalagi jika sampai melakukan percobaan kepada manusia. Tunggulah sampai ada fatwanya. Mereka
mengingatkan Ardi.
No comments:
Post a Comment