Monday 16 January 2012

Chapter Fivteen


Sesi dengar pendapat itu digelar di salah satu ruangan di gedung kantor Majelis Ulama Nasional. Ruangan itu tidak terlalu besar, hanya berukuran enam kali delapan meter. Di dalam ruangan itu sudah ada sepuluh buah meja yang masing-masing dilengkapi dengan kursi, yang disusun secara melingkar membentuk huruf ‘o’. Tapi salah satu dari sepuluh meja itu diletakkan secara terpisah dan tampak seperti dikelilingi oleh meja-meja yang lain.

Pada bagian tengah meja yang bersambung satu sama lain itu, terdapat plakat yang bertuliskan ‘KETUA.’ Lalu dua plakat lainnya yang mengapitnya bertuliskan ‘WK. KETUA.’ Sisanya, di atas setiap meja lainnya, tiga di sisi kiri dan tiga di sisi kanan, masing-masing bertuliskan ‘ANGGOTA.’ Sedangkan di atas meja yang terpisah sendiri di bagian tengah, tertulis ‘DR. Dr. Ardi Wiraatmaja, Sp.OG.
Sejumlah wartawan menjejali gedung Majelis Ulama Nasional itu sejak pagi. Mereka sudah menjelajahi ruangan kecil itu untuk memasang kamera dan microphone di tempat-tempat yang strategis agar pada saat sesi dengar pendapat berlangsung, mereka dapat menangkap semua suara dan ekspresi dari sepuluh orang yang akan menduduki kursi-kursi itu.
Di luar ruangan itu, beberapa orang reporter terlihat sedang memberikan laporan di depan seorang juru kamera yang siarannya direlay langsung oleh stasiun televisi masing-masing.
Rencana dengar pendapat itu memang telah menyita perhatian publik secara luas hingga ke seluruh penjuru negeri. Pengumuman hasil penemuan Ardi yang fenomenal itu memicu pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat, utamanya ilmuwan dan agamawan.  Antusiasme masyarakat yang begitu tinggi untuk mengetahui nasib penemuan itu ditangkap dengan sempurna oleh media,  sehingga mendorong berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, lokal maupun nasional berbondong-bondong melakukan peliputan secara langsung.
Seorang pria memasang layar dan proyektor yang siap dihubungkan dengan komputer. Kabarnya, proyektor dan layar ini disediakan atas permintaan Ardi. Proyektor itu diarahkan menyorot layar yang ada di belakang kursi Ardi. Diatur sedemikian rupa sehingga orang yang duduk pada sembilan meja lainnya, dapat dengan mudah melihat apa yang tampil di layar itu.
Sebelum pukul 9 pagi, sembilan orang ulama paling senior di lembaga itu berjalan memasuki ruangan. Mereka langsung menempati tempat duduk yang tersedia. Beberapa orang yang lebih muda menyusul masuk membawa sejumlah berkas dan kitab-kitab tebal yang diletakkan di hadapan setiap ulama itu. Tak lama kemudian, Ardipun datang mengenakan jas hitam dan dasi berwarna coklat. Dia tidak tampak sebagai seorang dokter. Begitu lapor seorang reporter. Ardi menuju ke tempat duduk yang disediakan untuknya.
Sebuah laptop berukuran kecil yang dibawanya dari rumah dihubungkan dengan proyektor di depannya. Beberapa saat kemudian tangannya sibuk menggerakan mouse ke sana kemari. Ketika ia mengangguk tanda sudah siap, seorang petugas menyalakan proyektor.
Ketua Majelis Ulama Nasional yang memimpin langsung sesi dengar pendapat itu membuka pertemuan itu  dengan diawali puji-pujian kepada Allah SWT dan shalawat kepada rasulullah SAW. Ia lalu menjelaskan maksud pertemuan itu, tidak lupa ia berterima kasih kepada Ardi karena telah memenuhi undangan Majelis Ulama. Sang Ketua juga memperkenalkan delapan orang rekan-rekannya yang lain yang akan memberikan penilaian terhadap apa yang telah Ardi lakukan. Ini persis seperti pengeroyokan, pikir Ardi.
Ardi berusaha untuk mengingat nama mereka satu-persatu, namun gagal. Sulit baginya berkonsetrasi dalam suasana tertekan seperti ini. Yang dia tahu, semua orang itu memiliki gelar akademik yang banyak, pertanda telah menamatkan pendidikan tinggi ilmu agama di berbagai negara di Timur Tengah. Bahkan yang menjadi pemimpin dalam pertemuan itu, Sang Ketua sendiri, di samping lulus dari Universitas Al Ahzar di Kairo Mesir, juga pernah menuntut ilmu di Illinois Amerika Serikat.
Sang ketua lalu mempersilakan Ardi untuk menjelaskan pokok-pokok pikirannya selama lima belas menit. Ardi menolak batasan waktu itu dengan alasan khawatir informasi yang disampaikannya justru tidak utuh. Saya akan berhenti ketika saya merasa penjelasan saya sudah cukup, walaupun waktunya tidak sampai lima belas menit. Mereka semua mengangguk setuju.
Dengan bantuan proyektor yang menampilkan gambar-gambar dan video, Ardi memaparkan proses rekayasa genetika yang dilakukannya dalam program bayi tabung. Ardi menunjukkan bahwa kromosom dari sebuah embrio yang sudah mengalami konsepsi atau pembuahan dapat dievaluasi melalui prosedur yang disebut dengan Pre-implantation Genetic Diagnosis (PGD).
Prosedur ilmiah itu merupakan kunci dari intervensi ilmu pengetahuan terhadap embrio. Karena pada saat itu, sebuah embrio dapat dinilai apakah akan menjadi bakal manusia yang sempurna atau tidak. Ardi menerangkan bahwa akibat penyakit-penyakit genetik yag diturunkan oleh induk, dalam hal ini ayah dan ibu, akan berdampak pada terganggunya kehidupan individu baru itu secara permanen. Oleh karena itu, sebelum ditanamkan ke dalam rahim ibunya, maka sangat bijaksana untuk melakukan pembersihan sehingga anak yang terlahir nantinya sudah terbebas dari penyakit-penyakit generatif.
Prosedur itu sangat penting, menurut Ardi, karena embrio yang akan tumbuh menjadi individu baru nantinya, adalah bakal manusia yang akan hidup dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, adalah wajar jika kesempatan untuk memperbaiki kualitas individu tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Memang prosedur itu tidak dapat dilakukan pada konsepsi yang berlangsung secara konvensional, yaitu pembuahan yang terjadi melalui proses kopulasi secara normal. Hal ini disebabkan karena sperma laki-laki yang dipancarkan di depan mulut rahim, dapat langsung menerobos masuk ke dalam menuju tuba falloppi untuk membuahi sel telur. Dalam kasus seperti itu, kata Ardi, tidak mungkin dapat dilakukan, karena peristiwa terjadinya konsepsi tidak dapat diperkirakan secara tepat.
Jadi, tidak semua proses kehamilan dan kelahiran akan berlangsung dalam proses seperti ini. Anda semua bisa membayangkan, bahwa dari seratus ribu kehamilan yang terjadi di negeri ini, berapa yang melalui fertilisasi bayi tabung. Angkanya tidak sampai satu persen. Bahkan sangat jauh dari situ.
Kesembilan orang ulama itu memperhatikan dengan seksama. Sesekali membuka kitab-kitab tebal yang ada di hadapan mereka sambil mencatatkan sesuatu pada sebuah block note. Ardi memandangi mereka mencatat dan menduga, pasti itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang nanti akan menyerbunya seperti air bah.
Ardi melanjutkan, embrio pada dasarnya adalah bakal manusia seutuhnya. Embrio itu, jika ditempatkan dalam wadah yang mampu memenuhi syarat-syarat kehidupannya, akan melewati fase-fase pembelahan sel menjadi dua, empat, delapan dan seterusnya sehingga membentuk satu organisme yang memiliki kehidupan. Pada bagian akhir, Ardi menerangkan bahwa prosedur yang dia tempuh, tak ubahnya dengan transplantasi organ, amputasi atau prosedur medis lainnya dalam fase yang sangat dini. Tujuan utamanya adalah untuk menyehatkan pasien. Hanya saja, prosedur ini dilaksanakan sebagai langkah pencegahan.
Ketika seorang anggota majelis bertanya, bahwa atas dasar apa dia menganggap bahwa ada sel tertentu di dalam embrio itu yang berpotensi untuk merugikan janin, Ardi memberikan jawaban bahwa ia sudah melakukan penelitian selama bertahun-tahun dan menemukan bahwa kode-kode genetik yang ada di dalam kromosom memiliki karakter yang unik. Sehingga sangat mudah mengenali adanya keanehan atau adanya kejanggalan yang mengarah pada terbentuknya sifat negatif.
Sebagai contoh, sindroma down atau yang dikenal dengan mongolisme, terjadi karena kromosom nomor 21 mengalami kelebihan tiruan. Biasanya penyakit ini diderita oleh anak yang lahir dari ibu yang berusia di atas 40 tahun. Jika konsepsinya dilakukan secara in vitro, maka 47 jumlah kromosom orang yang menderita penyakit ini dapat diitervensi sehingga jumlah kromosomnya sama dengan manusia normal, yaitu 46.
Kelebihan kromosom ini, pada kasus rekayasa genetik yang ditawarkan Ardi, dapat dihindari. Karena sebelum diimplantasikan ke dalam rahim, embrio dengan karakter seperti ini telah mengalami koreksi. Ardi mengingatkan kembali, bahwa Embrio itu sudah memiliki kromosom yang lengkap sebagai calon individu yang utuh.
Ardi mengakhiri pemaparannya yang berlangsung selama tujuh puluh menit dengan menyebutkan bahwa tak ada satupun yang dia ubah, atau dia ganti dari sel-sel itu. Dia hanya mengoptimalkan karakteristiknya yang positif dan meminimalisir karakternya yang negatif.
Kitab-kitab gundul yang dibentangkan di atas meja menjadi rujukan para ulama itu untuk menanggapi penyataan-pernyataan Ardi. Mereka mengajukan pertanyaan, dan silih berganti menyatakan keberatan berdasar atas dalil-dalil yang mereka pahami. Ardi menanggapi mereka dengan berbagai alasan dan sesekali menampilkan kembali gambar-gambar yang ada di komputernya.
Perdebatan sempat terjadi ketika Ardi menyebut bahwa secara biologis, manusia, hewan dan tumbuhan adalah sama. Beberapa orang ulama yang ada di tempat itu berang, menyebut Ardi telah menyepelekan nilai-nilai kemanusiaan. Ardi hanya tersenyum kecut dan menekankan perlunya para ulama itu memperhatikan kalimat ‘secara biologis’ sebagai kunci yang membedakan konteks pemilihan kata dalam argumentasinya.
Sesi dengar pendapat itu seluruhnya berlangsung selama hampir enam jam, termasuk waktu yang digunakan untuk istirahat, sholat dan makan siang selama lebih kurang satu jam. Menjelang pukul 15, acara itu ditutup oleh sang Ketua dengan kesimpulan : Majelis Ulama akan mempelajari persoalan ini lebih dalam lagi, dengan melibatkan ahli yang lebih banyak, sehingga pada saat memutuskan fatwa terhadap persoalan ini, bisa memberikan jaminan kebenaran sesuai agama yang kita anut.
Di beberapa stasiun televisi, sejumlah pengamat dari berbagai disiplin ilmu yang diwawancarai oleh reporter televisi, mengulas kembali jalannya acara itu dengan pendapat dan argumentasi mereka masing-masing. Tidak sedikit orang menilai bahwa di antara Ardi dan kesembilan ulama itu, hanya terpisah oleh sebuah sekat yang sangat tipis, dan itu seharusnya dapat dijembatani.
Untuk sementara, sambil menunggu hasil pengkajian para alim ulama, Ardi dilarang mempublikasikan, mengumumkan, atau menerima tawaran wawancara yang materinya berisi rekayasa genetika terhdap manusia. Apalagi jika sampai melakukan percobaan kepada manusia. Tunggulah sampai ada fatwanya. Mereka mengingatkan Ardi.

No comments:

Post a Comment