Monday 30 January 2012

Chapter Fourty One


Sangkala memandangi foto-foto Tenri yang sudah tersimpan di komputer Edo. Edo hanya mengamati dari tempat tidur, sambil sesekali mencuri pandang pada foto-foto yang berganti-ganti itu.

“Dia memang cantik, ya, Doy.” Katanya. Sambil cengar cengir sendirian. Edo hanya diam memandanginya dari tempat tidur.
“Itu cuma fotonya, ngka. Aslinya jauh lebih cantik.”
“Iya, percaya. Apalagi kalau sudah dilihat dari dekat. Dekat sekali, sampai bau tubuhnya bisa tercium. Wuah...  pasti cantik sekali.” Katanya, sambil tertawa menggoda. Edo melempari temannya itu dengan bantal.
Sudah lebih satu jam Sangkal elihat semua foto Tenri yang tersimpan di Folder khusus bernama Tenri di Komputer Edo. Foto itu bergerak silih berganti, digerakkan oleh tangan Sangkala. Sampai suatu ketika Edo tersentak kaget.
“Sebentar, Ngka. Tahan.” Katanya tiba-tiba. Sangkala kaget.
“Apanya yang ditahan?”
“Kembali ke gambar yang tadi!”
“Yang mana?”
“Coba, kembali, ya, ya yang itu.”
Edo bangkit dari tempat tidur, menyuruh Sangkala minggir dari tempatnya duduk. Ia mengambil alih tempat duduknya. Edo kembali mengamati foto itu. Sebuah foto dengan sudut pengambilan dari samping kanan mengingatkannya pada sesuatu. Ia merasa pernah melihat foto seperti itu sebelumnya, tapi yang jelas bukan foto Tenri melainkan foto seseorang yang pernah dikenalnya. Sekarang jantungnya terasa berdegup lebih kencang. Ia merasa pendar-pendar kebenaran membayang di depan matanya.
Tangannya menggerakkan kursor ke sebuah folder foto yang lain. Dan setelah susah payah mencari, ia menemukan foto tua yang sudah didigitasi dengan scanner. Foto seorang perempuan muda dengan sudut pengambilan yang juga dari samping kanan.
Kedua foto itu disandingkan, cahaya layar komputer dia buat lebih terang. Dengan Software pengolah foto, Edo mengatur foto itu berdekatan sehingga secara serentak dapat dibandingkan. Sangkala memperhatikan Edo dengan seksama.
Tangan Edo lalu bergerak lincah menggeser dan mengklik kursor kesana kemari untuk melakukan berbagai perubahan pada kedua foto tersebut. Mulai dari menyesuaikan model rambut Tenri yang lurus dengan rambut ikal wanita muda di foto yang satu sampai mengantur ketajaman dan saturasi gambar itu. Hasilnya membuat Edo dan Sangkala ternganga.
Meskipun diproduksi dalam waktu yang jauh berbeda, dan dibuat dari dua wanita yang sangat tidak mungkin bertemu, namun ternyata di antara keduanya terdapat kesamaan. Bukan hanya pada wajah, tapi juga pada posturnya, sikapnya, cara duduknya dan sebagainya. Pantaslah wajah itu memang sangat tidak asing. Karena di wajah Tenri ia melihat wajah Minarti, ibunya.
Edo tidak hapal benar wajah ibunya. Usianya empat tahun ketika ibunya meninggal akibat kanker Cervix, tapi sejumlah foto yang tersimpan di album foto keluarga sering menjadi bahan cerita ayahnya menjelang tidur. Dari ayahnyalah ia bisa meredakan kerinduannya yang tak terperi kepada ibunya.
Ibunya tinggi semampai, kata ayahnya suatu ketika. Hidung dan matanya, persis seperti mata Edo. Kalau mau lihat hidung dan mata ibumu, lihatlah hidung dan matamu. Kata ayahnya.
“Ngka, kau lihat? Foto ini adalah foto ibuku. Yang ini adaah foto Tenri. Coba lihat, apa perbedaan di antara keduaya?”
Sangkala mendekat, memperhatikan kedua foto itu dari dekat. Iapun terkejut dengan fakta yang barusan didapati oleh Edo.
“Kok bisa ya?”
“Entahlah, Ngka. Ini luar biasa aneh.”
“Bukan luar biasa lagi, Doy. Ini ruuarrr biasa.” Kata Sangkala, menirukan tag sebuah iklan minuman energi di televisi.
“Ada sesuatu yang aneh.” Kata Edo kemudian.
“Apanya yang aneh? Ini biasa aja kok, Doy. Banyak orang yang wajahnya mirip satu sama lain. Ini hanya sebuah kemiripan yang nyaris sempurna.”
“Ya, mereka seperti kembar identik”
“Kembar identik.”
“Kembar identik adalah orang yang memiliki gen dan kode DNA yang persis sama. Tapi biasanya itu terjadi pada kasus anak kembar.”
“Tahu dari mana kamu?”
“Ayahku seorang genetisis.”
“Kukira ayahmu dokter kandungan.”
“Memang, tapi ia juga memperdalam ilmunya dalam bidang genetik.”
“Jadi?”
“Ya, itulah anehnya. Kenapa bisa dua orang dari generasi berbeda bisa memiliki persamaan yang identik seperti ini.”
“Cuma wajahnya, doy.”
“Tidak. Sekarang aku baru ingat, aroma tubuh tenri juga mirip aroma tubuh ibuku.”
“Ah, doy, kamu makin ngelantur. Ibumu ‘kan sudah... maaf. Sudah wafat sekian tahun yang lalu.”
“Betul, ngka. Tapi aku masih bisa mengingat aroma tubuhnya. Dan ketika aku memeluk Tenri, aku merasa pernah mencium aroma speerti itu sbebelumnya.”
“Wah, hebat, Sudah berapa kali kamu memeluk Tenri.”
“Jangan mengalihkan pembicaraan, Ngka. Bukan itu yang sedang kita bahas.”
Sangkala tersenyum. “Ok, lanjut.”
“Wajah dan aroma tubuh. Aroma tubuh dihasilkan oleh kalenjer .... yang merupakan hasil reaksi kimia antara zat-zat dalam tubuh dengan kulit. Jadi, aroma tubuh seseorang itu juga khas dan unik, seperti sidik jari. Karena merupakan hasil metabolisme sel yang diatur dalam DNA.”
Sangkala manggut-manggut
“Kamu paham, nggak sih?”
“Tidak, aku mengangguk tanda tak mengerti.”
“Sialan.”
“Kamu sedang jatuh cinta, doy. Makanya kamu berusaha menjadikan Tenri semakin mirip dengan ibumu.”
“Tidak ngka. Aku harus segera mengirim foto ini ke ayah. Barangkali dia tahu sesuatu.”
Edo segera mengirim foto itu ke inbox ayahnya. Dengan sebuah pesan : Ayah, dia sangat mirip dengan salah satu foto ibu.

No comments:

Post a Comment