Sangkala memandangi foto-foto Tenri yang
sudah tersimpan di komputer Edo. Edo hanya mengamati dari tempat tidur, sambil
sesekali mencuri pandang pada foto-foto yang berganti-ganti itu.
“Dia memang cantik, ya, Doy.” Katanya.
Sambil cengar cengir sendirian. Edo hanya diam memandanginya dari tempat tidur.
“Itu cuma fotonya, ngka. Aslinya jauh
lebih cantik.”
“Iya, percaya. Apalagi kalau sudah
dilihat dari dekat. Dekat sekali, sampai bau tubuhnya bisa tercium.
Wuah... pasti cantik sekali.”
Katanya, sambil tertawa menggoda. Edo melempari temannya itu dengan bantal.
Sudah lebih satu jam Sangkal elihat semua
foto Tenri yang tersimpan di Folder khusus bernama Tenri di Komputer Edo. Foto itu
bergerak silih berganti, digerakkan oleh tangan Sangkala. Sampai suatu ketika
Edo tersentak kaget.
“Sebentar, Ngka. Tahan.” Katanya
tiba-tiba. Sangkala kaget.
“Apanya yang ditahan?”
“Kembali ke gambar yang tadi!”
“Yang mana?”
“Coba, kembali, ya, ya yang itu.”
Edo bangkit dari tempat tidur, menyuruh
Sangkala minggir dari tempatnya duduk. Ia mengambil alih tempat duduknya. Edo
kembali mengamati foto itu. Sebuah foto dengan sudut pengambilan dari samping
kanan mengingatkannya pada sesuatu. Ia merasa pernah melihat foto seperti itu
sebelumnya, tapi yang jelas bukan foto Tenri melainkan foto seseorang yang
pernah dikenalnya. Sekarang jantungnya terasa berdegup lebih kencang. Ia merasa
pendar-pendar kebenaran membayang di depan matanya.
Tangannya menggerakkan kursor ke sebuah
folder foto yang lain. Dan setelah susah payah mencari, ia menemukan foto tua
yang sudah didigitasi dengan scanner. Foto seorang perempuan muda dengan sudut
pengambilan yang juga dari samping kanan.
Kedua foto itu disandingkan, cahaya layar
komputer dia buat lebih terang. Dengan Software pengolah foto, Edo mengatur
foto itu berdekatan sehingga secara serentak dapat dibandingkan. Sangkala
memperhatikan Edo dengan seksama.
Tangan Edo lalu bergerak lincah menggeser
dan mengklik kursor kesana kemari untuk melakukan berbagai perubahan pada kedua
foto tersebut. Mulai dari menyesuaikan model rambut Tenri yang lurus dengan
rambut ikal wanita muda di foto yang satu sampai mengantur ketajaman dan
saturasi gambar itu. Hasilnya membuat Edo dan Sangkala ternganga.
Meskipun diproduksi dalam waktu yang jauh
berbeda, dan dibuat dari dua wanita yang sangat tidak mungkin bertemu, namun
ternyata di antara keduanya terdapat kesamaan. Bukan hanya pada wajah, tapi
juga pada posturnya, sikapnya, cara duduknya dan sebagainya. Pantaslah wajah
itu memang sangat tidak asing. Karena di wajah Tenri ia melihat wajah Minarti,
ibunya.
Edo tidak hapal benar wajah ibunya.
Usianya empat tahun ketika ibunya meninggal akibat kanker Cervix, tapi sejumlah
foto yang tersimpan di album foto keluarga sering menjadi bahan cerita ayahnya
menjelang tidur. Dari ayahnyalah ia bisa meredakan kerinduannya yang tak
terperi kepada ibunya.
Ibunya tinggi semampai, kata ayahnya
suatu ketika. Hidung dan matanya, persis seperti mata Edo. Kalau mau lihat
hidung dan mata ibumu, lihatlah hidung dan matamu. Kata ayahnya.
“Ngka, kau lihat? Foto ini adalah foto
ibuku. Yang ini adaah foto Tenri. Coba lihat, apa perbedaan di antara keduaya?”
Sangkala mendekat, memperhatikan kedua
foto itu dari dekat. Iapun terkejut dengan fakta yang barusan didapati oleh
Edo.
“Kok bisa ya?”
“Entahlah, Ngka. Ini luar biasa aneh.”
“Bukan luar biasa lagi, Doy. Ini ruuarrr
biasa.” Kata Sangkala, menirukan tag sebuah iklan minuman energi di televisi.
“Ada sesuatu yang aneh.” Kata Edo
kemudian.
“Apanya yang aneh? Ini biasa aja kok,
Doy. Banyak orang yang wajahnya mirip satu sama lain. Ini hanya sebuah
kemiripan yang nyaris sempurna.”
“Ya, mereka seperti kembar identik”
“Kembar identik.”
“Kembar identik adalah orang yang memiliki
gen dan kode DNA yang persis sama. Tapi biasanya itu terjadi pada kasus anak
kembar.”
“Tahu dari mana kamu?”
“Ayahku seorang genetisis.”
“Kukira ayahmu dokter kandungan.”
“Memang, tapi ia juga memperdalam ilmunya
dalam bidang genetik.”
“Jadi?”
“Ya, itulah anehnya. Kenapa bisa dua
orang dari generasi berbeda bisa memiliki persamaan yang identik seperti ini.”
“Cuma wajahnya, doy.”
“Tidak. Sekarang aku baru ingat, aroma
tubuh tenri juga mirip aroma tubuh ibuku.”
“Ah, doy, kamu makin ngelantur. Ibumu
‘kan sudah... maaf. Sudah wafat sekian tahun yang lalu.”
“Betul, ngka. Tapi aku masih bisa
mengingat aroma tubuhnya. Dan ketika aku memeluk Tenri, aku merasa pernah
mencium aroma speerti itu sbebelumnya.”
“Wah, hebat, Sudah berapa kali kamu
memeluk Tenri.”
“Jangan mengalihkan pembicaraan, Ngka. Bukan
itu yang sedang kita bahas.”
Sangkala tersenyum. “Ok, lanjut.”
“Wajah dan aroma tubuh. Aroma tubuh
dihasilkan oleh kalenjer .... yang merupakan hasil reaksi kimia antara zat-zat
dalam tubuh dengan kulit. Jadi, aroma tubuh seseorang itu juga khas dan unik,
seperti sidik jari. Karena merupakan hasil metabolisme sel yang diatur dalam
DNA.”
Sangkala manggut-manggut
“Kamu paham, nggak sih?”
“Tidak, aku mengangguk tanda tak
mengerti.”
“Sialan.”
“Kamu sedang jatuh cinta, doy. Makanya kamu
berusaha menjadikan Tenri semakin mirip dengan ibumu.”
“Tidak ngka. Aku harus segera mengirim
foto ini ke ayah. Barangkali dia tahu sesuatu.”
Edo segera mengirim foto itu ke inbox ayahnya. Dengan sebuah
pesan : Ayah, dia sangat mirip dengan salah satu foto ibu.
No comments:
Post a Comment