Thursday 19 January 2012

Chapter Twenty Four


Pria berperawakan tinggi dan berbadan kekar itu memasuki toko swalayan, menuju ke tempat botol-botol minuman ringan yang ditata rapi di rak bertingkat empat. Pesan singkat – dengan kode tertentu yang sudah dihapalnya di luar kepala – yang diterimanya barusan dari sebuah nomor telepon asing, menyebutkan bahwa target dan panjar upahnya ada pada bagian bawah sebuah rak botol soft drink di toko swalayan itu.

Diam-diam ia memuji ide kode tertentu itu sebagai sesuatu yang sangat brillian. Orang itu tidak pernah menghubunginya dengan nomor yang sama hingga dua kali. Tetapi kode tertentu berupa karakter khusus menjadi ciri yang khas sekaligus sebagai bukti bahwa pesan itu berasal dari orang yang tepat.
Pertama-tama, orang itu akan mengirimkan sebuah pesan singkat tanpa isi, yang harus ia dengan sebuah kata sandi, bunyinya hanya mereka berdua yang tahu. Jika ia sudah menjawab demikian, maka pengirim pesan singkat itu yakin bahwa yang menerima pesannya adalah orang yang tepat, bukan istri atau anaknya apalagi orang lain. Barulah setelah itu, orang tersebut akan mengirimkan instruksinya yang dibubuhi dengan kode tertentu tadi. Itu untuk meyakinkan dirinya sebagai penerima pesan bahwa pesan itu sah berasal dari orang yang tepat. Seperti halnya dengan pesan yang barusan dia terima.
Dia berjalan ke lokasi yang dia yakini sebagai tempat yang ditunjukkan dalam pesan itu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada orang yang mengamatinya. Tangannya merogoh ke bawah rak. Ujung jarinya menyentuh sesuatu, seperti kertas sampul yang tebal. Benda itu ditempel dengan sebuah lakban, cukup kuat tapi dengan mudah bisa ia lepaskan dari tempatnya.
Segera setelah benda itu berada di tangannya, ia selipkan benda itu ke saku belakang celananya. Ia mengambil beberapa botol soft drink, lalu berjalan menuju kasir dan membayar harga minumannya. Ia lalu mengendarai mobilnya menuju ke luar kota, dan berhenti pada sebuah pompa bensin. Ia meminta tanki mobilnya diisi penuh.
Sementara petugas SPBU menjalankan tugasnya, ia buka benda yang tadi diambilnya di toko swalayan. Kertas sampul itu dirobeknya. Di dalamnya ia menemukan tiga ikat uang pecahan seratus ribuan yang nominalnya berjumlah tiga puluh juta. Jangan pakai uang baru, pesannya waktu ia meminta panjar. Nomor serinya gampang terlacak. Ia juga mendapati secarik kertas yang berisi tulisan: Selasa 12 Maret, perkiraan waktu 4.50 di Kilometer 60. Ia simpan pesan itu baik-baik di kepalanya. Dihapalkan dengan lirih sampai ia yakin ia tidak akan salah mengartikan pesan itu.
Ia lipat kertas itu kecil-kecil, bersiap untuk memusnahkannya. Namun petugas SPBU mengagetkannya dengan mengatakan bahwa Tanki mobilnya sudah penuh dan ia harus membayar harganya. Ia rogoh saku celananya dan mengeluarkan dua lembar pecahan seratus ribuan yang kemudian ia sodorkan kepada petugas tersebut.
Petugas itu mengingatkannya bahwa uangnya kurang dua puluh lima ribu, ia buru-buru minta maaf dan mengaku tidak memperhatikan angka yang tertera di pompa bensin. Ia rogoh saku celananya mencari pecahan yang lebih kecil. Cukup banyak saku yang dia rogoh sebelum akhirnya ia menemukan tiga lembar pecahan sepuluh ribuan di laci dashboard. “Ambil kembaliannya.”
Usai membayar sisa harga BBMnya, mobil itu kemudian meluncur meninggalkan SPBU itu dan membelah jalan raya. Ia menelpon seseorang, menyebutkan waktu dan tempat kumpul. Ia hubungi seseorang yang lain, ia juga menyebutkan waktu dan tempat kumpul. Enam orang seluruhnya dia hubungi dengan bunyi yang sama. Ia lalu memencet sebuah nomor lain dan menyebutkan hari dan tanggal seperti yang tertera di pesan singkat yang tertulis itu. seorang wanita di ujung telpon menyahut dengan nada genit.
Tiba-tiba ia ingat lembaran kertas yang tadi sudah dilipatnya kecil-kecil dan hendak dimusnahkannya. Ia menghentikan mobilnya dan mencari ke seluruh celah-celah tempat duduk. Tapi kertas itu tidak ditemukannya. Ia keluar dari mobil dan berusaha mencari di seluruh sakunya, kertas itu tetap tidak ia temukan. Ia menyumpah serapahi dirinya sendiri yang begitu ceroboh. Namun demi mengingat isi pesan itu, ia menenangkan diri dan meyakinkan diri bahwa kertas itu tidak akan berarti apa-apa bagi orang lain. Lagipula, jika ia kembali dan mencari kertas itu ke SPBU, itu justru akan lebih menarik perhatian. Sudahlah.
Sementara itu, petugas SPBU yang ditempati si pria kekar membeli BBM, melihat sesuatu yang tercecer dari pengemudi mobil yang barusan pergi itu. Ia pungut benda itu. yang ternyata adalah secarik kertas terlipat yang kemudian dibukanya lalu dibaca isinya. Hanya deretan tulisan tentang waktu. Bukan sesuatu yang penting, pikirnya. Ia bermaksud membuang kertas itu, ketika tiba-tiba ia menyadari bahwa angka-angka yang tertera di atas kertas itu memiliki keunikan. Satu dua tiga empat lima puluh enam puluh. Diulang-ulangnya kalimat itu dan mengagumi kombinasinya yang indah. Ia lalu menyimpan kertas itu di dompetnya dengan harapan, suatu saat ia bisa mendapatkan keuntungan dari angka-angka yang unik itu.

No comments:

Post a Comment