Monday 30 January 2012

Chapter Fourty Two


Ardi ingin memanfaatkan malam ini dengan berkonsentrasi menulis naskah klarifikasinya terhadap Majelis Ulama Nasional. Iseng-iseng ia buka inboxnya dan mendapati ternyata ada sebuah pesan datang dari Edo beberapa menit yang lalu.

Ardi membuka pesan itu dan mengunduh attachmentnya yang ternyata sebuah file berekstensi JPG. Ardi mengamati foto itu sekilas, jantungnya berdesir. Ia baca pesan anaknya yang berbunyi: Ayah, dia sangat mirip dengan salah satu foto ibu. Dengan sebuah photo paper, ia pindahkan gambar yang ada di layar ke printer. Terdengar suara dengung halus dari printer laserjet ketika benda itu bekerja. Kurang dari lima menit kemudian, printer itu memuntahkan hasilnya. Ardi meraih kertas itu, lalu membawanya ke tempat yang lebih terang. Kacamata bacanya diletakkan dengan benar.
Ya, gadis ini sangat mirip dengan Minarti. Sebuah pikiran melintas di benaknya. Jangan-jangan, inilah orang yang dicari-carinya selama ini. Selama beberapa tahun terakhir ini, diam-diam ia terus mencari gadis itu, karena itulah hasil percobaan paling berani yang pernah dilakukannya.
Dua puluh tahun yang lalu, beberapa bulan setelah istrinya meninggal, ia telah menginjeksi inti sel mendiang istrinya ke dalam sitoplasma sel ovum seorang wanita untuk selanjutnya ditanamkannya di dalam rahim wanita itu. Prosedur yang kemudian dikenal dengan kloning itu tidak pernah diimplementasikan kepada manusia.
Perbuatan itu terpaksa ia lakukan karena bermaksud memenuhi permintaan terkahir sang istri yang meninggal karena penyakit Kanker Cervix.  Menjelang dijemput ajal, Minarti memohon kepada Ardi agar ia diberi kesempatan melihat anak mereka, Edo, tumbuh dewasa meskipun bukan sebagai dirinya sendiri.
Saat itu, Ardi berusaha menjelaskan bahwa meskipun klon diri Minarti itu nantinya tumbuh sebagai seorang manusia, tapi ia tidak akan memiliki perasaan yang dimiliki oleh Minarti. Ia adalah individu yang lain, meskipun memiliki kesamaan jasmani yang benar-benar serupa. Minarti tidak peduli. Ia terus memohon dan memohon, agar Ardi memberinya kesempatan yang berharga itu. Cobalah, katanya. Bagaimana Ardi akan tahu apa yang terjadi kalau tidak mencobanya.
Akhirnya, Ardi tidak kuasa menolak. Maka dari tubuh istrinya, Dr. Ardi mengambil beberapa sel tunas yang kemudian diawetkannya dalam cairan nitrogen pada suhu –50 oC. persoalan yang kemudian dihadapinya adalah, di mana sel tunas itu akan dikembangkan? Karena agar bisa hidup sebagia embryo yang akan tumbuh menjadi manusia, sel tunas itu harus mempunyai habitat berupa sel telur.
Kedatangan sepasang suami istri dari Sulawesi beberapa bulan kemudian dengan kasus subfertil tiba-tiba menjadi jalan keluar bagi permasalahannya. Ketika itu, pasangan yang muncul di rumahnya beberapa tahun lalu atas pemberitahuan salah seorang rekannya mengaku sebagai seorang pengusaha dari Sulawesi.
“Rekan saya di Ujung Pandang telah memberitahukan rencana kedatangan anda berdua kepada saya tadi malam.” Katanya, sambil mempersilakan kedua tamunya untuk duduk kembali.
“Terima kasih.” Jawab sang suami.
Mereka lalu berbasa basi tentang beberapa orang yang mereka kenal selama beberapa saat sampai cangkir teh mereka menyisakan sepertiga isinya. Lalu sampailah mereka pada inti pembicaraan. Mereka menjelaskan pada Dr. Ardi bahwa mereka telah menikah selama tujuh tahun. Namun belum dikarunia seorang anakpun. Mereka mendapat informasi mengenai program Bayi Tabung yang dikembangkan Ardi dan merasa tertarik untuk mencoba. Siapa tahu melalui Dr. Ardi, mereka kelak bisa menimang anak.
Dr. Ardi tersenyum santun mendengar penjelasan mereka. Lalu menjelaskan bahwa kehamilan memang merupakan sesuatu yang gampang-gampang susah. Tidak sedikit pasangan yang mengeluh karena mereka tidak mampu mengendalikan kelahiran anak. Sementara di pihak lain, ada pula pasangan yang justru tidak beruntung mendapatkan keturunan.
Ardi menerangkan bahwa kasus subfertil atau infertil biasa terjadi pada setiap orang. Biasanya karena kemampuan salah satu dari pasangan, apakah suami atau istri menghasilkan sperma atau sel telur yang memungkinkan terjadinya konsepsi. Kasus seperti itu relatif bisa diatasi dengan metode yang tepat.
Dr. Ardi lalu menjelaskan secara singkat mengenai prosedur yang akan mereka tempuh. Secara umum ada dua cara yang dapat ditempuh dalam upaya membantu pasangan subfertil. Yang pertama melalui inseminasi buatan atau Intrauterine Insemination (IUI) yaitu prosedur dimana sperma dari hasil ejakulasi dicuci untuk mendapatkan konsentrasi terbaik dari seluruh sperma.
Selanjutnya Sperma itu disimpan ke dalam kateter lalu dimasukkan melalui leher rahim menuju rahim di mana sperma akan disimpan. Setelah itu, tergantung pada sperma, bagaimana agar ia bisa menemukan cara untuk mencapai tuba falopi dan menemukan telur untuk dibuahi.
Prosedur ini hanya bisa dilakukan pada perempuan dengan tuba falopi terbuka, dan biasanya dikombinasikan dengan beberapa bentuk stimulasi rahim, seperti Injectable Gonadotropins. Ini semacam persiapan medis dari hormon-hormon yang diproduksi oleh otak untuk menstimulasi rahim mempersiapkan telurnya untuk dilepaskan.


Cara kedua adalah In Vitro Fertilization (IVF) atau biasa disebut program bayi tabung, adalah proses dimana ovarium distimulasi untuk memproduksi banyak telur yang kemudian diekstraksi dari rahim melalui penyedotan. Prosedur ini dilakukan dengan melakukan bius total, tetapi tanpa memasukkan tabung ventilasi mekanis melalui tenggorokan. Sel telur dan sperma lalu diletakkan di suatu cawan untuk membiarkan pembuahan terjadi, dan diinkubasi selama 3-5 hari. Beberapa dari embryo yang dihasilkan lalu diletakkan di dalam kateter dan disimpan di dalam rahim bersama embryo beku yang tersisa.
Paasngan suami istri itu setuju menempuh prosedur yang paling efektif yang bisa dilakukan oleh Ardi. Kerinduan mereka untuk segera menimang momongan mengalahkan ambisi apapun yang mereka  miliki selama ini. Jangan hiraukan biayanya, dok. Kata mereka. Kami akan membayar berapapun biayanya, asalkan kami bisa punya anak.
Ini akan butuh waktu, kata Ardi, yang disambut dengan antusias oleh pasangan itu. mereka bersiap menjalani serangkaian tes yang ternyata menunjukkan bahwa pada dasarnya, sang suami dan istrinya dalam keadaan sehat. Hanya saja sang suami mengalami Oligoszoospermia. Yaitu jumlah sperma kurang dari semestinya.
Kepada pasangan itu, Ardi lalu memberikan obat-obatan penyubur yang akan dikonsumsi selama tiga hari. Selanjutnya, tiga hari berikutnya, sperma dan ovum mereka akan diambil dan dipertemukan dalam sebuah cawan.
Sel Sperma dan ovum itu kini ada di hadapan Ardi. Namun pikirannya berubah. Bukan sperma sang suami yang  diambilnya sel tunas mendiang istrinya, lalu diinjeksi ke dalam sel ovum Nurani yang telah dipisahkan dengan inti selnya. Benda yang sangat kecil itu memasuki dunianya yang baru. Dalam hitungan menit, kedua jenis benda itu bereaksi dan menyesuaikan diri.
Secercah pita DNA yang mengandung gen diinjeksi ke dalam sebuah molekul DNA yang disebut Vektor. Selanjutnya vektor tadi mentransportasikan gen ke sel penerima, di dalam sel penerima itu, vektor membelah diri dan membuat salinan identik dirinya termasuk gen. saat host membagi diri, salinan molekul DNA yang sudah direkombinasi menjadi cloning. Setelah semakin banyak sel membelah diri, klon sel penerima terbentuk, sehingga setiap sel memiliki salinan DNA yang persis identik.
Sekarang tinggal menunggu, apakah setelah berada di dalam cangkang ovum, sel tunas istrinya akan membelah diri. Ini butuh waktu sedikit lebih lama. Protein-protein yang tersusun dalam pita DNA akan menggandakan diri dan menghasilkan klon sebagaimana sel asalnya.
Penantian itu berbuah kegembiraan. Proses kloning berhasil. Dengan demikian sel yang telah berbentuk embryo itu dapat segera diimplantasikan ke dalam rahim wanita. Ardi menguatkan hati untuk menghubungi pasangan itu yang segera muncul dan siap melaksanakan implantasi. Proses berlangsung dengan lancar. Sekarang tinggal menunggu paling tidak selama dua minggu untuk mengetahui apakah embryo yang sudah ditanam itu membelah diri dengan sempuna.
Harapan Ardi dan pasangan itu terwujud. Lewat pemeriksaan yang sangat teliti, Wanita itu dinyatakan positif hamil. Ardi gembira, meskipun dalam hati kecilnya ia tidak berharap hal itu terjadi. Bagaimanapun juga, ini adalah ‘penipuan’ ilmiah kepada pasangan itu.
Tak ada yang paling menghantuinya selama ini selain perasaan berdosa. ketika ia berhasil menanam embrio di rahim perempuan itu. ia berharap agar embrio itu abortus. Agar pada kesempatan selanjutnya ia dapat melakukan hal yang benar. Lagi pula harapan itu bukannya tanpa alasan. Dari sepuluh embrio yang ditanam ke dalam rahim. Dapat tumbuh setengah sudah lumayan. Dari yang setengah itupun paling tidak hanya 2 atau tiga yang bisa bertahan hingga lahir. Dan biasanya yang lahir juga tidak akan bisa hidup normal. Namun ternyata harapannya tidak terkabul.
Embrio itu tumbuh menjadi janin yang sempurna. Bahkan kabar terakhir yang di dengar dari pasangan suami istri itu adalah bahwa bayi itu telah lahir. Jenis kelaminnya perempuan. Sesuatu yang tidak perlu diinformasikan kepada Dr. Ardi. Karena ia bahkan sudah tahu jauh sebelum bayi itu dilahirkan.
Ternyata, bayi itu kini telah tumbuh dewasa. Tapi benarkah dia orangnya? Ia harus memastikannya. Tes DNA? Perlu dipertimbangkan. Tapi apa alasannya? Bagaimana ia menjelaskan pada Edo bahwa ia butuh DNA gadis itu. Untuk apa, dad? Untuk memastikan ia bukan kloning ibumu. Tapi sanggupkan ia menjawab pertanyaan Edo dengan jawaban seperti itu?
Lama Ardi terdiam, memikirkan cara sampai ia kemudian menepuk jidatnya dan menyebut dirinya sendiri sebagai lelaki bodoh yang tidak berguna. Kenapa tidak ia cari saja data pasien itu dua puluh tahun lalu. Sesekali Edo sering menyebut nama Bupati
Secepat kilat ia terbang ke ruang penyimpanan arsip. Kali ini ia harus berjuang  melawan alerginya terhadap debu. Dengan saputangan ditutupnya hidung dan mulutnya. Di dalam ruangan itu dibongkarnya laci yang bertuliskan angka 1991. Ada sekitar lima ratusan arsip rekam medis di laci itu. 
Dari seluruh arsip yang ada, ia pilahkan dari tahun ketahun, hingga akhirnya ia menemukan kumpulan arsip tahun 1991. Ada lebih dari enam puluh berkas. Satu demi satu ia buka, sampai akhirnya ia menemukan informasi pasien yang berasal dari Sulawesi. Di kolom nama pasien, tertulis dengan tinta hitam berukuran besar, Ny. Nurani Imran.
Ardi terkulai di tempat penyimpanan Arsip itu. Matanya nanar memandangi arsip itu. berarti benarlah sudah. Tenri adalah orang itu. Minarti, Oh, Minarti...akhirnya kau benar-benar hadir kembali. Bisiknya berulang-ulang. Kau sudah menyaksikan anakmu tumbuh dewasa, sayang. Sekalipun dalam cara yang aneh.
Sekarang, inilah persoalan utamanya. Edo tidak boleh mencintai gadis itu. Mereka muhrim. Tapi bagaimana mengatakannya? Bagaimana membuat Edo mengerti bahwa Tenri adalah ‘saudara kembar ibunya’? Ardi merenungkan berbagai cara yang tak melukai hati anak yang sangat dicintainya, tapi hingga ia tertidur kelelahan di depan komputer, solusi itu tidak terbayang di benaknya sama sekali. Hanya sebaris kalimat yang sempat ia tuliskan pada anaknya beberapa saat sebelumnya, Keep away from her.

No comments:

Post a Comment