Ardi ingin memanfaatkan malam ini dengan
berkonsentrasi menulis naskah klarifikasinya terhadap Majelis Ulama Nasional. Iseng-iseng
ia buka inboxnya dan mendapati ternyata ada sebuah pesan datang dari Edo
beberapa menit yang lalu.
Ardi membuka pesan itu dan mengunduh
attachmentnya yang ternyata sebuah file berekstensi JPG. Ardi mengamati foto
itu sekilas, jantungnya berdesir. Ia baca pesan anaknya yang berbunyi: Ayah, dia sangat mirip dengan salah satu
foto ibu. Dengan sebuah photo paper,
ia pindahkan gambar yang ada di layar ke printer. Terdengar suara dengung halus
dari printer laserjet ketika benda itu bekerja. Kurang dari lima menit
kemudian, printer itu memuntahkan hasilnya. Ardi meraih kertas itu, lalu
membawanya ke tempat yang lebih terang. Kacamata bacanya diletakkan dengan
benar.
Ya, gadis ini sangat mirip dengan
Minarti. Sebuah pikiran melintas di benaknya. Jangan-jangan, inilah orang yang
dicari-carinya selama ini. Selama beberapa tahun terakhir ini, diam-diam ia
terus mencari gadis itu, karena itulah hasil percobaan paling berani yang
pernah dilakukannya.
Dua puluh tahun yang lalu, beberapa bulan
setelah istrinya meninggal, ia telah menginjeksi inti sel mendiang istrinya ke
dalam sitoplasma sel ovum seorang wanita untuk selanjutnya ditanamkannya di
dalam rahim wanita itu. Prosedur yang kemudian dikenal dengan kloning itu tidak
pernah diimplementasikan kepada manusia.
Perbuatan itu terpaksa ia lakukan karena
bermaksud memenuhi permintaan terkahir sang istri yang meninggal karena
penyakit Kanker Cervix. Menjelang
dijemput ajal, Minarti memohon kepada Ardi agar ia diberi kesempatan melihat
anak mereka, Edo, tumbuh dewasa meskipun bukan sebagai dirinya sendiri.
Saat itu, Ardi berusaha menjelaskan bahwa
meskipun klon diri Minarti itu nantinya tumbuh sebagai seorang manusia, tapi ia
tidak akan memiliki perasaan yang dimiliki oleh Minarti. Ia adalah individu
yang lain, meskipun memiliki kesamaan jasmani yang benar-benar serupa. Minarti
tidak peduli. Ia terus memohon dan memohon, agar Ardi memberinya kesempatan
yang berharga itu. Cobalah, katanya. Bagaimana Ardi akan tahu apa yang terjadi
kalau tidak mencobanya.
Akhirnya, Ardi tidak kuasa menolak. Maka
dari tubuh istrinya, Dr. Ardi mengambil beberapa sel tunas yang kemudian
diawetkannya dalam cairan nitrogen pada suhu –50 oC. persoalan yang
kemudian dihadapinya adalah, di mana sel tunas itu akan dikembangkan? Karena
agar bisa hidup sebagia embryo yang akan tumbuh menjadi manusia, sel tunas itu
harus mempunyai habitat berupa sel telur.
Kedatangan sepasang suami istri dari
Sulawesi beberapa bulan kemudian dengan kasus subfertil tiba-tiba menjadi jalan
keluar bagi permasalahannya. Ketika itu, pasangan yang muncul di rumahnya
beberapa tahun lalu atas pemberitahuan salah seorang rekannya mengaku sebagai
seorang pengusaha dari Sulawesi.
“Rekan
saya di Ujung Pandang telah memberitahukan rencana kedatangan anda berdua
kepada saya tadi malam.” Katanya, sambil mempersilakan kedua tamunya untuk
duduk kembali.
“Terima
kasih.” Jawab sang suami.
Mereka
lalu berbasa basi tentang beberapa orang yang mereka kenal selama beberapa saat
sampai cangkir teh mereka menyisakan sepertiga isinya. Lalu sampailah mereka
pada inti pembicaraan. Mereka menjelaskan pada Dr. Ardi bahwa mereka telah menikah
selama tujuh tahun. Namun belum dikarunia seorang anakpun. Mereka mendapat
informasi mengenai program Bayi Tabung yang dikembangkan Ardi dan merasa
tertarik untuk mencoba. Siapa tahu melalui Dr. Ardi, mereka kelak bisa menimang
anak.
Dr.
Ardi tersenyum santun mendengar penjelasan mereka. Lalu menjelaskan bahwa
kehamilan memang merupakan sesuatu yang gampang-gampang susah. Tidak sedikit
pasangan yang mengeluh karena mereka tidak mampu mengendalikan kelahiran anak.
Sementara di pihak lain, ada pula pasangan yang justru tidak beruntung
mendapatkan keturunan.
Ardi menerangkan bahwa kasus subfertil atau infertil biasa
terjadi pada setiap orang. Biasanya karena kemampuan salah satu dari pasangan,
apakah suami atau istri menghasilkan sperma atau sel telur yang memungkinkan
terjadinya konsepsi. Kasus seperti itu relatif bisa diatasi dengan metode yang
tepat.
Dr. Ardi lalu menjelaskan secara singkat mengenai prosedur
yang akan mereka tempuh. Secara umum ada dua cara yang dapat ditempuh dalam
upaya membantu pasangan subfertil. Yang pertama melalui inseminasi buatan atau Intrauterine
Insemination (IUI) yaitu prosedur dimana sperma dari hasil ejakulasi dicuci
untuk mendapatkan konsentrasi terbaik dari seluruh sperma.
Selanjutnya
Sperma itu disimpan ke dalam kateter lalu dimasukkan melalui leher rahim menuju
rahim di mana sperma akan disimpan. Setelah itu, tergantung pada sperma,
bagaimana agar ia bisa menemukan cara untuk mencapai tuba falopi dan menemukan
telur untuk dibuahi.
Prosedur
ini hanya bisa dilakukan pada perempuan dengan tuba falopi terbuka, dan
biasanya dikombinasikan dengan beberapa bentuk stimulasi rahim, seperti Injectable Gonadotropins. Ini semacam
persiapan medis dari hormon-hormon yang diproduksi oleh otak untuk menstimulasi
rahim mempersiapkan telurnya untuk dilepaskan.
Cara
kedua adalah In Vitro Fertilization
(IVF) atau biasa disebut program bayi tabung, adalah proses dimana ovarium
distimulasi untuk memproduksi banyak telur yang kemudian diekstraksi dari rahim
melalui penyedotan. Prosedur ini dilakukan dengan melakukan bius total, tetapi
tanpa memasukkan tabung ventilasi mekanis melalui tenggorokan. Sel
telur dan sperma lalu diletakkan di suatu cawan untuk membiarkan pembuahan
terjadi, dan diinkubasi selama 3-5 hari. Beberapa dari embryo yang dihasilkan
lalu diletakkan di dalam kateter dan disimpan di dalam rahim bersama embryo
beku yang tersisa.
Paasngan suami istri itu setuju menempuh
prosedur yang paling efektif yang bisa dilakukan oleh Ardi. Kerinduan mereka
untuk segera menimang momongan mengalahkan ambisi apapun yang mereka miliki selama ini. Jangan hiraukan
biayanya, dok. Kata mereka. Kami akan membayar berapapun biayanya, asalkan kami
bisa punya anak.
Ini akan butuh waktu, kata Ardi, yang
disambut dengan antusias oleh pasangan itu. mereka bersiap menjalani
serangkaian tes yang ternyata menunjukkan bahwa pada dasarnya, sang suami dan
istrinya dalam keadaan sehat. Hanya saja sang suami mengalami Oligoszoospermia.
Yaitu jumlah sperma kurang dari semestinya.
Kepada pasangan itu, Ardi lalu memberikan
obat-obatan penyubur yang akan dikonsumsi selama tiga hari. Selanjutnya, tiga
hari berikutnya, sperma dan ovum mereka akan diambil dan dipertemukan dalam
sebuah cawan.
Sel Sperma dan ovum itu kini ada di
hadapan Ardi. Namun pikirannya berubah. Bukan sperma sang suami yang diambilnya sel tunas mendiang istrinya,
lalu diinjeksi ke dalam sel ovum Nurani yang telah dipisahkan dengan inti
selnya. Benda yang sangat kecil itu memasuki dunianya yang baru. Dalam hitungan
menit, kedua jenis benda itu bereaksi dan menyesuaikan diri.
Secercah pita DNA
yang mengandung gen diinjeksi ke dalam sebuah molekul DNA yang disebut Vektor.
Selanjutnya vektor tadi mentransportasikan gen ke sel penerima, di dalam sel
penerima itu, vektor membelah diri dan membuat salinan identik dirinya termasuk
gen. saat host membagi diri, salinan molekul DNA yang sudah direkombinasi
menjadi cloning. Setelah semakin banyak sel membelah diri, klon sel penerima
terbentuk, sehingga setiap sel memiliki salinan DNA yang persis identik.
Sekarang tinggal menunggu, apakah setelah
berada di dalam cangkang ovum, sel tunas istrinya akan membelah diri. Ini butuh
waktu sedikit lebih lama. Protein-protein yang tersusun dalam pita DNA akan
menggandakan diri dan menghasilkan klon sebagaimana sel asalnya.
Penantian itu berbuah kegembiraan. Proses
kloning berhasil. Dengan demikian sel yang telah berbentuk embryo itu dapat
segera diimplantasikan ke dalam rahim wanita. Ardi menguatkan hati untuk
menghubungi pasangan itu yang segera muncul dan siap melaksanakan implantasi.
Proses berlangsung dengan lancar. Sekarang tinggal menunggu paling tidak selama
dua minggu untuk mengetahui apakah embryo yang sudah ditanam itu membelah diri
dengan sempuna.
Harapan Ardi dan pasangan itu terwujud.
Lewat pemeriksaan yang sangat teliti, Wanita itu dinyatakan positif hamil. Ardi
gembira, meskipun dalam hati kecilnya ia tidak berharap hal itu terjadi.
Bagaimanapun juga, ini adalah ‘penipuan’ ilmiah kepada pasangan itu.
Tak
ada yang paling menghantuinya selama ini selain perasaan berdosa. ketika ia
berhasil menanam embrio di rahim perempuan itu. ia berharap agar embrio itu
abortus. Agar pada kesempatan selanjutnya ia dapat melakukan hal yang benar.
Lagi pula harapan itu bukannya tanpa alasan. Dari sepuluh embrio yang ditanam
ke dalam rahim. Dapat tumbuh setengah sudah lumayan. Dari yang setengah itupun
paling tidak hanya 2 atau tiga yang bisa bertahan hingga lahir. Dan biasanya
yang lahir juga tidak akan bisa hidup normal. Namun ternyata harapannya tidak
terkabul.
Embrio
itu tumbuh menjadi janin yang sempurna. Bahkan kabar terakhir yang di dengar
dari pasangan suami istri itu adalah bahwa bayi itu telah lahir. Jenis
kelaminnya perempuan. Sesuatu yang tidak perlu diinformasikan kepada Dr. Ardi.
Karena ia bahkan sudah tahu jauh sebelum bayi itu dilahirkan.
Ternyata,
bayi itu kini telah tumbuh dewasa. Tapi benarkah dia orangnya? Ia harus
memastikannya. Tes DNA?
Perlu dipertimbangkan. Tapi apa alasannya? Bagaimana ia menjelaskan pada Edo
bahwa ia butuh DNA gadis itu. Untuk apa,
dad? Untuk memastikan ia bukan kloning ibumu. Tapi sanggupkan ia menjawab
pertanyaan Edo dengan jawaban seperti itu?
Lama Ardi terdiam, memikirkan cara sampai
ia kemudian menepuk jidatnya dan menyebut dirinya sendiri sebagai lelaki bodoh
yang tidak berguna. Kenapa tidak ia cari saja data pasien itu dua puluh tahun
lalu. Sesekali Edo sering menyebut nama Bupati
Secepat kilat ia terbang ke ruang
penyimpanan arsip. Kali ini ia harus berjuang melawan alerginya terhadap debu. Dengan saputangan
ditutupnya hidung dan mulutnya. Di dalam ruangan itu dibongkarnya laci yang
bertuliskan angka 1991. Ada sekitar lima ratusan arsip rekam medis di laci
itu.
Dari seluruh arsip yang ada, ia pilahkan
dari tahun ketahun, hingga akhirnya ia menemukan kumpulan arsip tahun 1991. Ada
lebih dari enam puluh berkas. Satu demi satu ia buka, sampai akhirnya ia
menemukan informasi pasien yang berasal dari Sulawesi. Di kolom nama pasien,
tertulis dengan tinta hitam berukuran besar, Ny. Nurani Imran.
Ardi terkulai di tempat penyimpanan Arsip
itu. Matanya nanar memandangi arsip itu. berarti benarlah sudah. Tenri adalah
orang itu. Minarti, Oh, Minarti...akhirnya
kau benar-benar hadir kembali. Bisiknya berulang-ulang. Kau sudah menyaksikan anakmu tumbuh dewasa,
sayang. Sekalipun dalam cara yang aneh.
Sekarang, inilah persoalan utamanya. Edo tidak boleh
mencintai gadis itu. Mereka muhrim. Tapi bagaimana mengatakannya? Bagaimana
membuat Edo mengerti bahwa Tenri adalah ‘saudara kembar ibunya’? Ardi
merenungkan berbagai cara yang tak melukai hati anak yang sangat dicintainya,
tapi hingga ia tertidur kelelahan di depan komputer, solusi itu tidak terbayang
di benaknya sama sekali. Hanya sebaris kalimat yang sempat ia tuliskan pada
anaknya beberapa saat sebelumnya, Keep
away from her.
No comments:
Post a Comment