Naimah terus menunggui suaminya yang
masih dirawat di dalam ruang perawatan VVIP rumah sakit umum pusat. Beberapa
hari terakhir ini, proses pemulihannya berjalan dengan baik. Meskipun belum
bisa diajak berkomunikasi dalam waktu yang cukup lama dan masih terlalu lemah,
tetapi seluruh anggota badan dan organ vitalnya sudah berfungsi kembali dengan normal.
Sembilan jahitan yang telah menyambung kembali kulit di ulu hatinya yang robek
oleh senjata tajam. Luka itu ditutup perban. Wajah dan beberapa bagian tubuh
Sufri yang semula lebam dan memar sudah berangsur pulih kembali.
Dokter bilang, luka itu bisa saja
membunuh Sufri jika mengenai organ vital. Gegar otak yang dideritanya akibat
pukulan juga sudah berangsur membaik, walau sekarang Sufri masih harus
berbaring tanpa bantal. Naimah bersyukur, hal itu tidak terjadi dan nyawa
suaminya masih bisa diselamatkan.
Menjelang tengah malam, Sufri mengalami
kejang-kejang yang membuat Naimah hampir pingsan. Untung dokter jaga cepat
datang dan memberikan pertolongan. Menurut dokter yang memeriksanya, gejala itu
normal karena masih adanya reaksi obat-obatan dalam tubuh Sufri. Dan jantungya
belum bisa beradaptasi dengan baik. Tapi seiring dengan semakin kuatnya daya
tahan tubuh Sufri, gejala itu akan hilang dengan sendirinya.
Di dalam ruang perawatan itu, Naimah
ditemani seorang adiknya. Anak-anak terpaksa dia titipkan pada ibunya agar bisa
tetap bersekolah di daerah. Di luar ruangan itu, dua orang polisi berpakaian
lengkap dengan senjata berupa revolver bersiaga sepanjang hari. Naimah tahu
mereka bergilir setiap empat jam sehingga tidak ada waktu sedikitpun yang
terlewat tanpa pengawasan mereka.
Setiap pengunjung yang datang membezuk
dipindai dengan metal detektor. Kadang Naimah merasa ngeri sendiri dengan perlakuan
para polisi itu terhadap tamu-tamu yang akan memasuki ruangan itu. Tapi setelah
menerima penjelasan mereka, bahwa ini demi keselamatan Pak Wakil Bupati,
akhirnya Naimah bisa menerima.
Peristiwa mengerikan yang menimpa
suaminya menyisakan trauma mendalam. Bukan hanya karena akibat yang ditimbulkan
bagi Sufri dan keluarga besarnya, khususnya bagi anak-anak, tetapi lebih karena
resiko-resiko yang berkaitan dengan masa depan mereka di daerah ini. Jika
selentingan kabar mengenai adanya motif politik di balik peristiwa itu benar
adanya, maka sisa masa jabatan mereka sebagai wakil kepala daerah tetap
merupakan ancaman serius.
Bagaimana jika memang ada orang yang
tidak menghendaki mereka berada di daerah, memimpin daerah dengan cara yang
mereka jalankan selama ini? Naimah mencoba menguatkan hati. ini adalah resiko
dari sebuah perjuangan. Mudah-mudahan tidak ada motif seperti itu. semoga
kejadian ini murni kriminal.
Sufri, jika berhasil selamat dari
peristiwa ini mungkin akan tetap tampil garang, sesuai karakter atau
pembawaannya selama ini. Tapi Naimah akan selalu mengingatkan suaminya untuk
berusaha lebih santun, agar orang-orang tidak memendam sakit hati kepadanya.
Naimah mengagumi suaminya sebagai orang teguh pada pendirian. Menjunjung tinggi
kejujuran dan memiliki wawasan serta pola pikir yang positif dalam menjalankan
pemerintahan.
Kadangkala memang dalam diskusi malam
menjelang tidur, suaminya mengeluh, betapa sekarang birokrasi sudah kehilangan
jati diri dan identitas. Profesionalisme birokrasi yang menjadi dibutuhkan oleh
para birokrat sebagai aktor utama dalam pemerintahan dan pembangunan sudah
jarang ditemukan karena sistem yang terbangun membunuh profesionalisme itu
secara sistematis. Padahal, jika birokrasi profesional kemajuan bangsa dan
negara ini bisa dicapai dengan lebih cepat.
Naimah sungguh-sungguh memuja suaminya.
Meskipun hidup di tengah kebobrokan mental aparat pemerintahan, tetap mampu
bertahan dengan idealisme dan cita-citanya yang luhur. Kalau tidak sekarang,
kapan kita bisa menjadi lebih baik? Begitu katanya berulang-ulang. Tapi kalau
hanya sekedar selalu menjadi bawahan, kapan perbaikan bisa dilakukan? Kita
harus memegang peranan penting untuk bisa berperan. Mustahil mengubah pola
pikir seorang pimpinan dengan usulan dan saran kita. Seorang pemimpin selalu
punya ego. Merasa pintar dan merasa paing tahu segala sesuatunya. Makanya
jangan pilih pemimpin yang bodoh. Semua aparatnya akan ikut jadi bodoh.
Naimah memandangi tubuh suaminya yang terbaring kuyu. Jiwa
dan semangat besar dalam dirinya tetap berkobar di balik pandangan matanya.
Perlahan Naimah merasakan kehangatan. Optimisme dan harapan besar yang
terpancar dari sorot mata suaminya membakar jiwanya. Didekatinya pria kecil
itu, yang menyambutnya dengan sebuah senyum yang dipaksakan karena deraan rasa
sakit. Keduanya memadukan semangat dan idealisme dalam sebuah genggaman tangan
yang panjang.
No comments:
Post a Comment