Barli dan ajudan Wakil Bupati sudah
tuntas menjalani pemeriksaan Polisi. Dari mereka berdua, polisi tidak bisa menerima
banyak informasi yang berharga untuk mendukung penyidikan lebih lanjut. Namun
seiring dengan membaiknya kesehatan salah seorang pelaku, berkat pemeriksaan
intensif yang dilakukan penyidik terhadap pria yang berhasil dilukai oleh
Sufri, polisi berhasil menemukan fakta bahwa kejadian itu merupakan skenario
pembunuhan berencana terhadap Sufri.
Perampokan itu hanya semacam kedok. Tapi
ia tidak tahu siapa orang yang menyuruhnya. Yang dia tahu, Bram, pemimpinnya
mendapatkan order pembunuhan itu dari seseorang melalui sms. Ia hanya kebagian
tugas sebagai pembantu yang disewa oleh Bram dan dijanjikan akan mendapat upah
lima belas juta rupiah. Ia menjelaskan ciri-ciri wajah Bram kepada penyidik untuk dibuatkan
gambar sketsa wajah.
Bilkis tertangkap di ujung selatan
Sulawesi Selatan ketika akan menyeberang ke Selayar. Seorang petugas pelabuhan
mengenalinya dan langsung mengontak petugas kepolisian setempat. Dia sempat
naik ke kapal feri yang akan menyeberangkannya. Dia sempat membantah ketika
akan dibawa ke kantor polisi lewat sebuah motor boat yang menyergap feri itu.
Gadis yang sebenarnya bernama Masayu itu adalah seorang PSK yang disewa oleh
Bram untuk menyamar sebagai penduduk kecamatan dan menjebak Barli lalu
meracuninya dengan narkoba. Ia menjelaskan ciri-ciri wajah Bram kepada penyidik
untuk dibuatkan gambar sketsa wajah.
Seorang Petugas SPBU melapor bahwa ia
pernah menemukan catatan yang tercecer dari seorang pengemudi mobil yang
angkanya menunjukkan peristiwa perampokan itu. berdasarkan laporan petugas SPBU
tersebut, Polisi menduga bahwa ada keterkaitan yang erat antara peristiwa
perampokan itu dengan catatan yang ditemukan pelapor. Petugas SPBU itu kemudian
menjelaskan ciri-ciri wajah Bram kepada penyidik untuk dibuatkan gambar sketsa
wajah.
Ketiga gambar sketsa wajah itu
dibandingkan satu sama lain dan akhirnya mereka menyimpulkan bahwa Bram yang
dikenal oleh salah seorang pelaku, Masayu dan sang petugas SPBU adalah orang
yang sama. Hal itu semakin memperkuat keyakinan polisi bahwa Bram adalah
pemimpin usaha perampokan itu.
Gambar sketsa wajah Bram disebar ke
seluruh pelosok negeri dan namanya dimasukkan dalam DPO. Sketsa wajahnya ditempel
di mana-mana dan bisa diunduh dari situs kepolisian negeri ini. Intel polisi
disebar, petugas berpakaian preman terus menerus mengendus jejak Bram dari
berbagai informasi yang bisa mereka dapatkan.
Usaha tidak kenal lelah itu akhirnya
membuahkan hasil. Beberapa hari kemudian, Bram tertangkap di rumah salah
seorang istrinya di pedalaman Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Ia bersembunyi di
sebuah rumah kebun yang letaknya jauh di tengah hutan.
Informasi domisili Bram muncul ketika
seorang pedagang barang kebutuhan sehari-hari di Pasar Parigi, mengenali Bram
sebagai seeorang yang membeli banyak bahan makanan. Katanya untuk persiapan
satu tahun, katanya. Ketika melihat sketsa wajah Bram. Ia langsung melapor ke
polsek setempat dan menyebutkan bahwa orang ini pernah berbelanja di tokonya.
Konsentrasi pencarian langsung diarahkan
ke Kabupaten Parigi Moutong. Gambar Sketsa wajah Bram berkibar di mana-mana.
Setiap orang bisa melihatnya terpampang di papan-papan pengumuman, koran-koran
lokal dan lewat publikasi polisi sendiri. Akhirnya seorang tukang ojek
menjelaskan bahwa ia pernah mengantar orang dengan wajah seperti yang ada dalam
sketsa itu ke sebuah tempat di kecamatan Parigi Tengah.
Dari Ibu kota Kecamatan Parigi Tengah,
Polisi diarahkan ke Desa Matolele oleh seorang imam, karena ia pernah
menikahkan orang yang wajahnya seperti dalam gambar sketsa wajah itu dua tahun
lalu di Desa Matolele.
Untuk menemukan rumah Bram di Desa
Matolele, polisi membutuhkan waktu lebih dari dua hari. Luas daerah dengan
topografi yang bergunung-gunung membuat proses pengejaran sedikit tersendat.
Akhirnya, setelah dikepung selama dua jam, tanda-tanda keberadaan Bram di
tempat itu dikonfirmasi kebenarannya.
Personil polisi dari daerah yang bekerja
sama dengan petugas setempat berhasil meringkus Bram ketika sedang makan malam
di rumahnya bersama istri dan seorang anaknya yang masih balita. Istrinya
menangis histeris ketika ia dibawa dengan paksa. Katanya suaminya hanya seorang
petani yang membuka kebun kakao di tempat itu, tidak mungkin terlibat kejahatan
di Sulawesi Selatan. Tapi polisi tidak peduli dan berjanji akan mengembalikan
Bram ke rumah itu jika ia tidak terbukti bersalah.
Bram diangkut lewat udara dari Bandara
Mutiara Palu ke Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Selanjutnya dari sana dia diangkut
lewat darat ke daerah ini. Setelah melalui perjalanan melelahkan selama lebih
kurang dua belas jam, akhirnya Bram tiba dan lansung dijebloskan ke dalam sel
tahan Polres.
Dalam pemeriksaan polisi, ia menyebut
nama teman-temannya beserta kemungkinan tempat domisili dan keberadaannya.
Dengan data dari Bram, polisi segera melakukan menuju ke titik yang
disebutkannya dan mendapati keempat pelaku. Dalam waktu yang tidak terlalu
lama, lima orang rekannya yang lain juga tertangkap dan dijebloskan ke dalam
tahanan.
Kapolres menggelar jumpa pers untuk
mengumumkan hasil kerjanya. Di Aula Mapolres, Kapolres didampingi Kompol Baso
menjelaskan kepada para wartawan bahwa terhitung mulai kemarin sore, seluruh
pelaku perampokan, termasuk yang terlibat sebagai pembantu-pembantunya, telah
tertangkap dan sementara berada di dalam sel tahanan Polres. Satu orang di
antaranya masih dirawat di Rumah Sakit tetapi berada di bawah pengawasan.
Pemeriksaan secara marathon akan
dilaksanakan terhadap seluruh tersangka pelaku mulai hari ini dan seterusnya.
Oleh karena itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama, para pelaku bisa
diberkaskan dan dilimpahkan ke kejaksaan negeri. Kompol Baso sempat ditanyai
mengenai upayanya menangkap para pelaku yang dijawabnya bahwa semua itu karena
jaringan kepolisian negara telah memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan
polisi di negara-negara maju. Jadi percayakan urusanmu kepada polisi, polisi
akan membantu.
Bram adalah seorang mantan prajurit
berpangkat rendah. Pernah bertugas di sebuah kesatuan yang bermarkas di Srondol
Semarang. Karena desersi dan melakukan berbagai bentuk pelanggaran disiplin
selama bertugas ia dipecat dan dihukum di rumah tahanan militer selama beberapa
tahun. Usai menjalani hukuman dan bebas, ia menjelma menjadi pembunuh bayaran.
Menikah dengan dua orang peempuan, terakhir ia menikah dengan seorang perempuan
di Kabupaten Parigi Moutong.
Hasil pemeriksaan terhadap komplotan Bram
membuka fakta baru terhadap kasus itu. ternyata, berdasarkan pengakuan Bram,
sebagai satu-satunya orang yang menerima order, bahwa perampokan itu hanya
sekedar kedok. Maksud sesungguhnya adalah membunuh Sufri. Pengakuan Bram itu
cukup mengejutkan, walaupun sebelumnya sudah pernah diperkirakan.
Bram menerima order itu dari seseorang
yang menghubunginya lewat telpon dan pesan singkat. Ia tidak pernah bertemu
dengan pemberi order. Ia jugalah yang menjadi otak skenario percobaan pembunuhan
berkedok perampokan itu.
Ia meminta waktu untuk mempelajari
situasi dan kemungkinan waktu terbaik untuk melakukan aksinya selama lebih
kurang satu bulan. Selama itu ia menugaskan orang-orang kepercayaannya untuk
memantau pergerakan dan kegiatan sehari-hari calon korbannya. Pemberi order
menyanggupi mencari akses untuk mengetahui jadwal kegiatan calon korban. Foto-foto
Sufri, Ajudan dan Barli beserta profilnya digandakan agar anggota komplotan itu
bisa melakukan aksinya dengan tepat. Setelah merasa yakin mampu melakukan tugas
itu, iapun menyatakan kesanggupan.
Ia menuntut upah seratus juta rupiah
sebagai harga atas nyawa Sufri. Orang yang memberinya order memberi panjar
melalui sebuah toko swalayan yang meletakkan uang di bawah sebuah rak minuman
ringan beserta pesan dan perkiraan waktu yang tepat untuk pelaksanaan rencana
itu. ia lalu mengontak lima orang temannya untuk membantu sebagai petugas
lapangan.
Di samping itu, ia juga merekrut seorang PSK
bernama Masayu yang ditempatkan di lokasi untuk meracuni Barli. Seorang lagi
dari anggotanya dia tugaskan untuk membawa pemilik rumah berjalan-jalan
sepanjang hari agar si gadis yang menyamar sebagai Bilkis leluasa menggunakan
rumah itu sebagai rumahnya.
Pada hari yang ditentukan, mereka bersiap
di lokasi. Masayu yang bertugas menjebak Barli tidak menemukan banyak
kesulitan, karena ternyata pemuda itu justru membawa dirinya ke dalam pelukan
Masayu. Jika keadaannya tidak seperti itu, Masayu sudah menyiapkan jurus lain
agar bisa menjerat Barli dan meracuninya.
Dengan takaran dan dosis yang tepat,
sesuai dengan perkiraan selesainya acara di Kecamatan, Masayu sukses
menjalankan aksinya dan membuat Barli tidak mampu melaksanakan tugas dengan
baik lima belas menit setelah mobilnya berjalan. Saat itulah, dengan mengendarai
sepeda motor, Bram bersama lima orang rekannya yang lain menyergap mobil dinas
itu dan melakukan usaha pembunuhan yang diakhiri dengan perampokan. Seluruh
barang berharga, termasuk telpon genggam mereka gasak, sekedar untuk
menyamarkan perbuatan mereka yang sesungguhnya.
Sayangnya, ada satu hal yang tidak mereka
perhitungkan, Sufri, sang wakil bupati yang berperawakan kecil ternyata
bernyali sebesar gajah, tidak ingin berdiam diri dan membiarkan dirinya
dikerjai. Dengan sebilah obeng yang diambilnya dari kantong jok mobil, ia
berhasil menikam dada salah seorang pelaku hingga sekarat.
Komplotan bra, memang berhasil melukai
Sufri sangat parah, sehingga peluangnya untuk hidup sangat tipis. Sekali lagi
rekannya yang memeriksa Sufri melakukan kesalahan. Sufri yang sudah tidak
bergerak dan terkapar di tanah disebutkannya sudah tewas. Meskipun kehilangan
salah seorang rekannya, ia puas. Misinya berhasil dijalankan. Bayangan uang
seratus juta sudah terpapmpang di depan patanya. Namun peristiwa yang diliput
berbagai media itu membuatnya tersadar, bahwa uang itu gagal menjadi miliknya.
Polisi kemudian mengarahkan penyelidikan kepada
orang yang memberi order kepada Bram. Dari berbagai nomor yang dipakai
menghubungi Bram, polisi mengetahui bahwa pemilik nomor berdomisili di daerah
ini.Polisi mencoba menghubungi nomor-nomor itu, tetapi sudah tidak ada yang
terpakai. Nomor-nomor telepon sekali pakai itu tidak terdaftar dengan baik
karena proses registrasi hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Data apapun yang
dilaporkan bisa diterima.
Polisi tidak kehilangan akal. Seluruh counter telpon genggam
yang mendistribusikan nomor GSM dimintai keterangan mengenai penjualan
nomor-nomor tertentu yang berlangsung dalam dua bulan terakhir. Tidak semua
bisa memberikan keterangan. Tapi ada juga beberapa yang kemudian
mengidentifikasi pembeli nomor-nomor itu sebagai seorang pria paruh baya dengan
postur sedang.
No comments:
Post a Comment