Monday 16 January 2012

Chapter Sixteen


Ruang pola kantor bupati itu berukuran cukup luas. Dua puluh lima kali empat puluh empat meter. Terletak di lantai dua. Bagian depannya berbentuk panggung dengan lantai yang ditinggikan sekitar empat puluh centimeter dari bagian lantai lainnya. Di bagian itu sebuah meja sepanjang  dua belas meter dipasang memanjang dengan kursi-kursi mewah berjok tebal dan bersandaran tinggi. Di belakang kursi, ada dua buah pintu yang ditempatkan masing-masing di sisi kiri dan kanan, sekilas tidak terlihat dari depan karena ditutup dengan cerdik oleh sekat yang tinggi. Kedua pintu itu terhubung langsung dengan ruang kerja Bupati dan ruang kerja wakil Bupati.

Sejak jam delapan pagi, ruangan itu sudah dipenuhi oleh pengunjung yang umumnya terdiri atas pegawai negeri. Mereka datang berbondong-bondong ke ruang pola karena mengetahui bahwa pada hari itu akan berlangsung mutasi jabatan terhadap sejumlah kepala perangkat daerah.
Ini mutasi pertama dari Bupati dan Wakil Bupati baru. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, mutasi-mutasi selanjutnya akan berlangsung secara beruntun hingga seluruh tim sukses dan seluruh penyandang dana pemilu telah menduduki jabatan yang diidam-idamkannya. Begitulah yang  biasanya terjadi, dan kira-kira ini tidak akan berbeda jauh, begitulah yang ada di kepala sebagian besar pegawai yang hadir.
Ruangan yang berkapasitas empat ratus orang itu penuh sesak. Bahkan ada yang tidak mendapat tempat duduk. Tapi di luar ruangan gelombang pengunjung masih terus berdatangan bagaikan tsunami. Panitia sudah tidak bisa membedakan, mana pegawai yang diundang secara resmi dan mana yang hanya sekedar datang untuk menonton. Sehingga kotak snack yang sedianya akan segera dibagikan, disimpan kembali. Nanti dibagikan kalau sudah banyak yang pulang, kata salah seorang pejabat dari kepegawaian.
Di antara hadirin yang membludak itu, terdapat enam belas orang yang berpakaian resmi berupa stelan jas, berdasi dan kopiah hitam. Mereka duduk di deretan paling depan. Ada juga seorang lainnya yang memakai toga yang bertindak sebagai rohaniwan. Keenam belas orang itulah yang akan diambil sumpahnya dan dilantik oleh Bupati sebagai kepala-kepala perangkat daerah yang baru.
Berdasarkan hasil seleksi dan wawancara yang telah dilakukan oleh Imran dan Sufri  beberapa waktu yang lalu, orang-orang itu sudah diplot sesuai dengan keahlian dan pengetahuannya pada posisi tertentu, dan sudah menanda tangani pakta integritas, bahwa mereka akan melaksanakan tugas berdasarkan visi dan misi bupati. Sehingga pada saat mereka  secara resmi telah menduduki jabatan yang dipercayakan kepada mereka, mereka sepenuhnya akan membantu Bupati dan Wakil Bupati.
Memang, dari enam belas nama itu, ada juga beberapa orang yang sebelumnya merupakan orang dekat mantan Bupati. Tetapi Imran menegaskan bahwa ia tidak pandang bulu. Penempatan pejabat ini murni karena pertimbangan kompetensi dan keahlian. Siapapun yang memiliki kemampuan yang dibutuhkan Imran dan Sufri, pasti akan terakomodir dalam ‘kabinet’nya.
Prosesi pengambilan sumpah dan pelantikan itu berlangsung khidmat. Diawali dengan lagu Indonesia Raya, pembacaan Surat Keputusan Bupati yang menyebutkan nama dan jabatan baru yang dipercayakan kepada setiap orang.
Usai pelantikan, kepada orang-orang yang sudah dilantiknya, Imran memerintahkan untuk selalu berkonsultasi dengan Wakil Bupati dalam pelaksanaan tugasnya. Wakil Bupati adalah tangan kanan saya, kata Imran. Sejatinya, saya tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa wakil bupati.
“Setelah pelantikan ini,” lanjut Imran, “segera pelajari RPJMD yang juga sudah disahkan oleh DPRD kemarin, untuk selanjutnya dipedomani sesuai bidang tugas saudara masing-masing.”
“Segera setelah pelantikan ini, anda semua akan dipandu oleh Wakil Bupati untuk melakukan revisi terhadap APBD tahun ini. Gunakan akal sehat dalam menganggarkan setiap kegiatan. Pikirkan rakyat yang memberi anda gaji dan kemewahan.” Imran menuntaskan pengarahannya.
Prosesi pengambilan sumpah dan pelantikan itu diakhiri dengan pembacaan do’a dan pemberian ucapan selamat. Pejabat-pejabat yang sudah dilantik itu berdiri berjejer di tengah ruangan, didampingi oleh istri masing-masing menerima ucapan selamat dari Bupati, Wakil Bupati dan para unsur Muspida, dilanjutkan dengan hadirin yang lain. Tidak banyak yang tertawa sumringah, karena sekarang mereka paham bahwa jabatan yang mereka emban adalah amanah yang harus mereka pertanggung jawabkan kepada Imran dan Sufri, selaku orang yang mendapat mandat dari rakyat. Jabatan adalah beban, kata Sufri dulu, waktu wawancara.
Segera sesudah semua acara itu tuntas, Sufri memerintahkan keenam belas orang itu menuju ke sebuah ruangan lain untuk melanjutkan agenda yang sudah direncanakan untuk hari itu.

No comments:

Post a Comment